(Lanjutan Part 3)
........
Waktupun berlalu, hari
itu merupakan tahun ajaran baru, hari pertama aku masuk sekolah baru dan berjumpa
dengan kawan-kawan baru. Hari itu merupakan hari pertama aku menjadi seorang
Ashley yang baru, aku hanya berusaha memaksimalkan apapun yang sudah aku punya.
Aku sudah bisa baca tulis, aku bisa berfikir, aku bisa berbicara.
“Selamat pagi anak-anak
semua, selamat datang di sekolah baru kalian. Saya Charles Wellington sebagai
wali kelas kalian, sekarang saya lanjutkan untuk perkenalan tiap siswa sesuai
dengan nomor urut absen” pungkasnya.
Akhirnya, sesi
perkenalan pun dimulai dari absen 1 sampai terakhir, satu persatu siswa maju
kedepan kelas memperkenalkan nama dan tempat tinggal mereka. Jumlah siswa
dikelasku ada 42 siswa, dan aku urutan ke 33.
“Raulene Ashley”
panggil Charles.
“Baik, Pak”
Akupun maju kedepan
kelas dan semua mata memandangiku
“Wahh tinggi sekali
dia” gerutu siswa berbadan besar pendek.
“Dia tampak galak!”
teman sebangkunya menimpali.
Aku mendengar
bisik-bisik mereka
“Hai, selamat pagi
semua. Namaku Raulene Ashley, orang biasa memanggilku Ashley. Aku baru saja
pindah ke Florida baru 2 minggu, asalku dari North Carolina”
“Dimana alamat rumahmu,
Ashley?” tanya Charles
“Aku tinggal di
condominium di tengah kota, Pak.” jawabku
“Apa kamu tinggal
seorang diri?” tanya laki-laki yang duduk dibangku deretan paling depan.
“Tidak, aku tinggal
bersama orang tuaku” aku menimpali
“Baik sekian perkenalan
dari Saya semoga kita bisa berkawan baik” tutupku
Seisi kelas bertepuk
tangan dan aku kembali ketempat dudukku. Aku lega akhirnya aku bisa banyak
berinteraksi dengan banyak orang, karena dahulu aku sangatlah pendiam dan
nyaris tak mengeluarkan sepatah kata, ya memang begitulah aku. Dulu aku hanya
berfikir bahwa hal tersebut sangat menguras enerji saja, jadi untuk apa aku
berbicara. Tapi sekarang aku tidak berpemikiran demikian, karena aku tau apa
yang aku punya dalam diri aku dan itu butuh diekspresikan keluar dari dalam
diri kita. See? I was so stupid even for deciding what was right and wrong for
me? Bare with me! (Stupid people).
“Teeett!!!!!
Teeeett!!!” Bell kelas tanda jam istirahatpun berbunyi.
Para siswa berhamburan
keluar kelas untuk pertama kalinya mengunjungi kantin-kantin yang letaknya
tepat didepan kelas kami. Aku masih duduk dibangkuku bersama Cecilia si gadis
kecil yang cerewet itu. Dia duduk disamping kananku dan tampak tidak tenang,
mungkin dia ingin keluar kelas untuk ke kantin tapi dia melihatku tidak
berkutik dan tampak tidak ada keinginan untuk keluar kelas aku melihat dia
sangat gelisah di tempat duduknya, pasti sebentar lagi dia memaksaku untuk
menemaninya keluar kelas. Tiba-tiba ada seseorang menyolek lengan kananku dan
ternyata Cecilia. Tepat sekali tebakanku tadi, dia pasti mengusikku.
“Ashley, ayo kita ke
kantin,aku lapar sekali tadi belum sarapan, maukah kamu temani aku?” tanyanya
dengan tampang memelas.
“Umm.. kamu mau beli apa dikantin?” tanyaku masih bermalas-malasan
untuk beranjak dari bangku.
“Mungkin aku akan
membeli roti dan susu, jika ada. Ayolah kamu pasti lapar juga” pintanya dengan
lembut, dia sangat memelas dikala lapar, tidak seperti pagi tadi, sangat
cerewet.
Lagi-lagi dia berhasil
membuatku harus menuruti kemauannya. Akupun beranjak dari bangku-ku dan segera
menuju ke kantin. Sebenarnya kantinnya dekat sekali, letaknya didepan kelas
kami persis. Mungkin Cecilia masih malu untuk berjalan sendiri, tapi tidak
untuk lain kali, mungkin dia hanya mencoba untuk bersahabat denganku, karena
memang seperti itulah mungkin cara menjalin pertemanan yang baik, mungkinkah
Cecilia akan berkawan baik denganku seterusnya, sampai aku lulus dari skolah
ini? atau mungkin hanya sesaat? Mungkinkah dia ini akan memanfaatkan aku saja
disaat dia membutuhkanku, dia mendekat padaku tapi tidak sebaliknya. Apakah
akan begitu? Kita lihat saja nanti.
Akupun akhirnya
melangkah keluar beriringan dengan Cecilia, dia lebih pendek dariku. Satu
langkahku sama dengan dua langkah kakinya, which is mean even i step very slow
she will feel langkahku terlalu cepat.
“Jalannya pelan-pelang
dong” dia mengeluh padaku.
Aku hanya diam saja.
Dalam batinku tersenyum
dan geli, dia bahkan tidak sadar diri telah berkata begitu. Mungkin karena dia
terlalu lapar. Haha..
Aku memelankan
langkahku, mencoba melangkan lebih slow dari biasanya.
Akhirnya sampai juga di
kantin dan dia mengambil jajanan lumayan banyak, padahal dia tadi bilang padaku
bahwa dia hanya akan beli roti dan susu, tapi semua jajanan diambilnya.
Lagi-lagi efek lapar, membuatnapsu makan seseorang tidak terkontrol. Aku hanya
memandanginya saja saat dia mabil satu persatu jajanan.
“Wah ini terlihat enak,
ini juga, kenapa semua terlihat sangat enak aku bahkan ingin membeli semuanya!”
gumamnya sambil sesekali melirik kearahku.
Aku hanya
mengangguk-angguk saja, saat dia melemparkan lirikannya ke arahku.
Akhirnyadia membayar
semua jajanannya itu dan kamipun kembali lagi ke kelas. Wajahnya tampak
berseri-seri, bahkan dia berjalan lebih cepat dariku, aku nyaris tertinggal olehnya. Dan kami pun
kembali duduk dibangku kami, dia menawariku beberapa jajan yang telah dibelinya
tapi aku tidak sedang napsu makan saat itu, aku sudah merasa kenyang. Aku hanya
sesekali meliriknya menikmati jajan, dia benar-benar kelaparan.
Kuliha diluar ruangan
kelas kami banyak sekali anak-anak yang sedang berkenalan satu sama lain, dan
aku hanya menikmati pemandangan itu dari
dalam kelas. Benar saja ada yang menghampiriku, perempuan berbadan gemuk dan
berambut ikal, tampaknya dia lebih tiggi dari Cecilia. Ceciliamemang berukuran
mini, tidak ada yang lebih pendek lagi dari dia.
“Hai” sapa perempuan
gemuk dan rambut ikal itu
“Iya” sahutku
“ Nama kamu siapa tadi?
aku tidak terlalu memperhatikan saat semua disuruh perkenalan maju kedepan
kelas” tanyanya.
“Raulene Ashley,
panggil Ashley saja” jawabku
Dia menjabat tanganku
sembari memperkenalkan namanya (lagi)” Chloe Descenes, panggil saja Chloe.
Senang bertemu denganmu” Jawabnya.
Dia tampak ramah, dia
melirik ke arah Cecilia yang tampak acuh tak acuh saat Chloe datang, jadi hanya
aku saja yang diajak ngobrol. Cecilia terlalu menikmati jajannya.
“Besok kalo kamu mau ke
kantin ajak aku, ya!” ucapnya.
“Boleh saja” jawabku
Chloe pun keluar kelas
dan mengajak kenalan siswa-siswa baru yang lain.
Dikelas tidak hanya aku
dan Cecilia, tapi ada beberapa anak laki-laki yang aku juga tidak ingat namanya
sewaktu perkenalan tadi.
Ada dua orang duduk di
pojok kanan belakang tepat dua bangku dari urutan bangkuku dan Cecilia.
Mereka melihat ke arah
aku dan Cecilia, lebih tepatnya ke arahku.
Aku tidak berprasangka
buruk, mungkin saja dia ingin berkenalan denganku tapi malu, karena dia
laki-laki dan kami perempuan. Beruntung saja setelah itu bell tanda masuk kelas
berbunyi lagi, kerumunan di kantin tampak buyar, dan semua siswa masuk kelasnya
masing-masing. Minggu pertama sekolah hanya dipenuhi dengan perkenalan antara
siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru dan penerimaan jadwal untuk
kegiatan belajar seminggu kedepan. Minggu kedua kami sudah mulai bisa belajar
dengan efektif sesuai dengan jadwal pelajaran yang telah diberikan.
Hari ini aku bisa
merasakan sedikit perubahan dalam hidupku, aku sedikit demi sedikit bisa
berinteraksi dengan banyak orang. Hari
ini tidak banyak yang kulalui, hanya perkenalan dan melihat orang
berlalu-lalang didepanku .
Bell tanda pulang
sekolah pun berbunyi. Kami keluar kelas dengan tertib, ayahku sudah menjemputku
didepan gerbang sekolah.
Ayahku mengendarai
motor dan aku segera memboncengnya, motor kami pun melesat menuju kerumah,
perjalanan dari sekolah menuju ke sekolah memakan waktu sampai 15 menit.
Sesampainya dirumah aku
langsung mengganti pakaianku, ibuku memanggilku dari lantai bawah, makan siang sudah siap diruang makan. Selesai
mengganti pakaian lalu akupun turun kebawah untuk makan siang.
Kami bercerita tentang
kejadian disekolah hari ini, sekolahku bukan merupakan sekolah yang “top”
dikota ini dan banyak sekali komentar-komentar buruk mengenai sekolahku,
kebanyakan merupakan komentar buruk. Tapi, aku tidak peduli dengan semua
omongan orang diluar sana. Aurie, ibuku yang sangat malu bahwa aku bersekolah
disekolah yang tidak “top” dikotaku. Aku bahkan bisa membaca semuanya dari raut
muka ibuku itu. Aku sendiri yang memilih
sekolahku sekarang ini, karena bagiku sekolah dimanapun sama saja.
Patrick, ayahku. Dia
selalu memberi semangat kepadaku .
“Sekolah top ataupun
sekolah biasa saja sebenarnya sama saja, materi yang diajarkanpun sama, disekolah yang top seklipun tetap ada
siswa yang bodoh, begitupula disekolah yang biasa saja pun pasti memiliki siswa yang berotak cemerlang.
Tidak usah malu, cukup buktikan saja, walaupun kamu bersekolah bukan disekolah yang”Top” tapi
kualitas otakmu seperti kualitas siswa-siswa di sekolah yang “Top” itu” tutupnya.
Aku hanya diam saja,
mendengarkan dan mencerna kalimat yang ayah lontarkan siang itu.
Ada benarnya juga, dan
memang benar adanya seperti itu. Karena tiap manusia punya karakter yang
berbeda-beda begitu pula kemampuan pikir mereka pun beragam. Sebenarnya pilihan
ada ditangan kita sendiri, ingin karakter yang seperti apa dan image seperti
apa yang kita buat, itu ada di tangan kita. Masalah tempat, jika seseorang
punya pendirian yang kokoh, dimanapun dia berada, dia akan menjadi sosok dia
yang sesungguhnya. Tanpa perlu meniru gaya ataupun tingkah orang lain, dia hanya
perlu menjadi dirinya sendiri yang sesungguhnya.
“Kamu tidak perlu malu menjadi dirimu sendiri hanya karena mendengarkan
orang lain, ataupun karena asumsimu sendiri. Percayalah, dengan kamu menjadi
diri sendiri kamu akan jauh lebih baik - No Name”
Sejak saat itu aku merasa sangat terpacu dan sangat semangat
dalam rangka membuktikan apa yang dibicarakan orang diluar sana tidak benar.
Tidak selamanya benar apa yang dikatakan oleh mereka. Begitupula aku ingin
membuktikan pada orang tuaku khususnya ibuku sendiri bahwa sebenarnya anaknya
mampu membuktikan kalau tidak perlu merasa malu hanya karena “status” sekolah
anaknya. Karena hal itu pada akhirnya hanya akan berlalu dan menjadi cerita.
Seharusnya Aurie hanya perlu memberi anaknya semangat dan dukungan penuh. Aku
sudah bertekad untuk berusaha keras demi mencapai yang terbaik.
~~
Hari
ini merupakan minggu kedua disekolahku, itu artinya awal battle dan awal
kesungguhanku dalam membuktikan ke orangtuaku akan segera dimulai, battle
antara aku dengan semua pelajaran baru dan tugas-tugas yang akan diberikan
nantinya. Aku sangat siap dengan semua
itu, aku akan bertemu dengan Cecilia, Chloe, dan teman yang lain. Aku akan
mencoba menyambangi kantin disaat bell istirahat berbunyi, dengan atau tanpa
Cecilia atau yang lain. Malamnya sudah
kusiapkan semua buku pelajaran untuk hari ini. Jam pertama adalah pelajaran
matematika yang diampu oleh wali kelasku sendiri, Pak Charles Wellington. Laki-laki
bertubuh gempal, berkumis dan bersuara kecil itu terlihat akan memasuki ruangan
kelas. Suasana kelas yang tadinya ricuh
akibat suara anak-anak langsung senyap ketika Pak Charles memasuki
ruangan kelas, dan pelajaranpun dimulai. Aku mendengarkan pemaparan Pak Charles
dengan serius. Mulai saat itu aku benar-benar merasakan aku berada pada jalan
yang benar, di jalan yang semestinya aku berada. Akupun berubah menjadi seorang
yang penuh strategi, planning, dan impian-impian besar. Memang benar, seseorang
bisa tergerak untuk berubah terkadang harus menemui hal yang “menyentil” lubuk
hatinya. Didukung dengan dorongan semangat dari Ayah pun selalu aku dapatkan,
aku semakin mudah dalam menjalani hari.
“Teeeeeeeettt!
Teeeeeeeeeeeeeett!!” Bell tanda istirahatpun berbunyi.
Aku langsung bangkit
dari bangkuku.
“Ehh eh! mau kemana?”
tanya Cecilia,
“Kantin” jawabku
singkat.
“Ayo, kita bisa kesana
berdua! kupikir tadi kamu mau kemana, koktiba-tiba berdiri dari tempat duduk.”
gerutunya.
“Ya bukankah lebih
cepat lebih baik?” tanyaku,
“Benar, tapi seharusnya
kamu bertanya dulu padaku, aku akan pergi kekantin juga atau tidak?” Cecilia
menimpali dengan nada agak kesal.
“Baiklah, aku minta
maaf” sahutku.
“ Ayo! Aku sudah
lapar” Kata Cecilia sembari menggandeng
tanganku dan kamipun berjalan keluar kelas.
Tampak banyak sekali
anak-anak bergerombol yang akan menuju ke kantin juga. Aku lihat beberapa
gerombolan kakak kelas, gerombolan kakak kelas lai-laki kelas tampak cocky
sekali. Dia tampak menguasai kantin.
Aku berjalan dengan
mata tertuju pada warung di kantin yang kami datangi.
Aku mengambil beberapa
batang coklat dan kue brownies kesukaanku, lalu aku segera membayarnya. Begitupula
Cecilia, dia mengambil roti kacang dan es krim strawberry.
Tumben, Cecilia hanya mengambil sedikit, tidak
seperti kemarin. Kami lalu beranjak masuk kelas setelah membayar jajanan kami,
dan segera duduk dibangku kami. Kami bercengkrama sembari memakan jajan.
Pandanganku menatap
keluar jendela kelasku, disana ada seorang anak laki-laki, tampaknya kakak
kelasku badannya kelihatannya lebih tinggi dariku dan rambutnya lurus menutupi mata
kanannya, dan (maaf) giginya agak maju kedepan. Dia sedang melihat kearah dalam
kelasku, dan pandangannya pun terhenti padaku. Dia tetap memandangiku tanpa
berkedip, mungkin dia merasakan kagum saat melihatku. Awalnya aku cuek saja
dengan kakak kelas itu, tapi lama kelamaan aku jadi tidak enak hati dan aku
berusaha tetap sopan kepada kakak kelas itu, akhirnya aku membalas pandangannya
dan berusaha menganggukkan kepala untuk menghormati dia. Namun, dia tetap
memandangiku.
“Hey!!” Cecilia
memandangiku dan ikut emmandang keluar jendela.
“Oh, itu!!! Emang itu
siapa? Pacarmu?” ketusnya
“Enak saja!!! Bukan.
Kakak kelas itu daritadi melihat kearah kita” Jawabku sedikit kesal karena
tuduhan Cecilia bahwa kakak kelas itu pacarku.
Comments