(sambungan dari Part 1)
Kamu jangan seperti ku! Buat jalan cerita yang lebih indah dariku!
Kamu jangan seperti ku! Buat jalan cerita yang lebih indah dariku!
Kali ini aku marah.
Kamu nyatanya tidak beda denganku, aku yang sudah mati. Kamu jangan terlalu sering ya bolak-balik ketempat yang tidak menuntungkan bagi dirimu. Celakalah kamu, kamu bisa saja mati disitu! Jadi hati-hatilah dalam melangkah. Aku sudah mati dan aku serius berbicara kepadamu lewat tulisan ini.
Daerah tempat tinggalku dulu
merupakan daerah dengan curah hujan tinggi dan sering muncul petir-petir yang
besar terkadang tidak disertai hujan. Aku masih berkelana didunia, melihat
kalian. Hanya saja kalian tidak bisa melihatku. Ilmuku sudah sangat tinggi,
sehingga tidak bisa terlihat oleh sembarang manusia. Jika kamu pernah mendengar
atau membaca tentang hal supranatural, hal ini sudahlah lumrah, dan benar
adanya. Udara didaerah tempat tinggalku dulu juga lumayan sejuk menenangkan.
Kadang aku ingin hidup lagi untu menikmati kehidupan yang saat ini orang-orang
rasakan, tapi aku sudah mati. Tapi anehnya adalah, aku tidak bisa menemukan
orang tuaku baik di dunia maupun pada dunia arwah. Jika mereka sudah mati, apakah
sesama orang mati tidak bisa bertemu? Mengapa aku belum bertemu dengan mereka
sampai sekarang? sudahlah, tidak penting.
Aku tidak menyesal jika
mengetahui kenyataan bahwa aku sudah mati. tidak apa-apa. semua manusia pada
akhirnya juga akan mati. aku tidak sedih. justru bahagia. ku tidak tahu apakah
ada hubungan antara daerah tempat tinggal dengan karakter masyarakatnya, tapi
jawabannya adalah sangat berhubungan. Orang-orang didaerahku terbiasa dikagetkan
oleh petir yang begitu menggelegar, padahal hari itu tidak mendung. Pasti sudah
bisa terbayangkan kan olehmu, betapa penuh persiapannya orang-orang disini,
persiapan jika tiba-tiba petir menyambar, atau jika tiba-tiba hujan deras
langsung mengguyur. Tapi, aku bersyukur, daerahku bukan merupakan daerah yang
sering banjir, walaupun curah hujannya tergolong tinggi. Penyebab utamanya
adalah drainase didaerahku cukup baik dan juga daerahku ini masih tergolong
dataran tinggi.
Aku juga pernah bersekolah dan
ending dari cerita sekolahku adalah kebencian terhadap teman yang tidak pernah
mau bermain ataupun bertegur sapa denganku, tapi setiap kali aku membawa bekal
dari rumah mereka semua mendekat padaku, bermanis muka dihadapanku, selalu
begitu. Aku muak. Pernah aku menemukan sosok seseorang yang bisa aku anggap
sebagai “teman” dan eksistensinya disekolahpun tidak jauh beda denganku. Hanya
saja dia lebih pendiam, akumungkin terlihat pendiam tetapi sesungguhnya hatiku
menolak, hatiku berontak dan selalu berteriak! Aku selalu ingin membuat
perhitungan terhadap mereka-mereka yang seenaknya sendiri memperlakukan orang
lain. Manner mereka sangatlah buruk. Saat itu aku masih sangat kecil, usiaku
pun hanya 3 tahun tapi aku sudah berpemikiran seperti itu, aku sudah tahu
dendam, aku tahu banyak hal but I still remain silent, karena aku menemukan
banyak sekali keuntungandalam diamku itu. Kenyataan bahwa tidak ada seorangpun
yang bisa mencuri pemikiranku, atau mengetahui isi otakku selama aku diam. Aku
sebetulnya sangat mau membuka mulutku hanya untuk sekedar berbicara, tapi tidak
ada yang mau berbicara kepadaku, karena setiap kali aku berinteraksi dengan
mereka, tidak pernah ada sanggahan atau timbal balik merespon percakapanku,
disitulah akhirnya aku semakin menutup diri. Sadar bahwa lingkunganku saat itu
tidak “siap” dengan segala pemikiranku, atau mungkin mereka bingung, atau
mereka sangat setuju dengan pemikiranku? itulah yang sampai saat ini belum
kutemukan jawabannya. Dan hal itu merupakan hal yang sangat aku benci! Dan
merupakan my main reason to remain my silence. Aku muak (lagi).
Aku tidak akan menveritakan
banyak hal tentang orang lain. Aku hanya menceritakan tentangku yang SUDAH
MATI!
(Bersambung)
Comments