Skip to main content

Kegiatan Usaha Hulu MIGAS


A. PENDAHULUAN
A.1. Latar Belakang
            Sumber daya alam yang terbesar sampai saat ini menitikberatkan pada bahan bakar fosil atau minyak dan gas bumi. Dewasa ini diperkirakan cadangan minyak di dunia hanya cukup untuk 45 tahun kedepan. Memang alam begitu mudah dan murah menyediakan fosil, sehingga kita terlena bahwa ini butuh ratusan juta tahun untuk proses pembentukannya. Sumur-sumur minyak di Indonesia saat ini semakin berkurang produksinya, padahal konsumsi yang dibutuhkan selalu meningkat setiap tahunnya. Beberapa produsen minyak dan gas bumi melaporkan biaya operasional turun sebesar 20% atau lebih. Jumlah rig turun, dan ini tidak hanya menurunkan biaya sewa rig, tetapi juga berarti bahwa hanya rig terbaik yang bekerja (David Isaak, 2015).
            Pengeboran dikatakan berhasil apabila mampu melakukan pembuatan lubang bor dari permukaan sampai titik target secara aman. Peralatan pengeboran yang sesuai dengan spesifikasi standar yang telah diakui di dunia perminyakan menjadi salah satu aspek penunjang keberhasilan pengeboran. Operasi pengeboran tidak terlepas dari lima hal pokok, yakni: Power System, Hoisting System, Circulating System, Rotating System, dan Blow Out Preventer System.
Makalah ini membahas mengenai standarisasi BHA yang digunakan untuk Sumatera Operation oleh CPI, dengan kinerja software Max BHA Halliburton sebagai third party dan contoh kondisi aktual di lapangan sehingga bisa mendapatkan standar BHA yang tepat untuk proses pengeboran.


A.2. Tujuan Penulisan
Tujuan yang diharapkan setelah penulis menyelesaikan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui kegiatan usaha MIGAS pada sektor hulu.
2.      Mengetahui aturan-aturan yang berlaku.
3.      Mengetahui bentuk badan usaha yang diberi wewenang melaksanakan kegiatan di sektor hulu.
4.      Memenuhi nilai tugas terstruktur pada mata kuliah “Hukum Perundang-undangan MIGAS dan PABUM” pada STEM Akamigas Cepu pola berjenjang Diploma IV.
A.3. Batasan Masalah
Dalam penulisan dan pembahasan, penulis membatasi ruang lingkup masalah, yaitu:
1.         Bagaimana kegiatan pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan minyak terkait?
2.         Bagaimana hasil yang didapatkan sampai saat ini, apa pengaruhnya bagi masyarakat Indonesia?
A.4. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan dan pembahasan makalah, penulis membatasi ruang lingkup masalah, yaitu:
A. PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
B. LANDASAN TEORI
Meliputi sejarah perusahaan, struktur organisasi, undang-undang tentang MIGAS, lokasi dan daerah operasi.
C. PERMASALAHAN
Meliputi kegiatan pengeboran oleh perusahaan terkait dan hasil kegiatan pengeboran.
D. PEMECAHAN MASALAH
Meliputi sistem manajemen operasi perusahaan dan pengelolaan hasil MIGAS.
E. PENUTUP
Meliputi Kesimpulan dan saran dari penulis terkait kegiatan usaha hulu MIGAS oleh perusahaan terkait.

B. LANDASAN TEORI
B.1. Sejarah Perusahaan
PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) didirikan sejak tahun 1924 oleh Standard Oil Company of California (SOCAL). Pada tahun 1930 dibentuk N.V Nederlanche Pacific Petroleum Matchappij (NPPM) yang merupakan cikal bakal PT. Chevron Pacific Indonesia pada bulan Juli 1930. Pada bulan Juli 1936 SOCAL dan TEXAS Company  (TEXACO) yang merupakan dua perusahaan besar Amerika itu bergabung menjadi California Texas Petroleum Corporation (CALTEX). Pada 9 Oktober 2001 dua perusahaan besar induk PT. Caltex Pacific Indonesia yaitu Chevron dan Texaco bergabung (merger) menjadi Chevron Texaco. Perusahaan Chevron Texaco kemudian menjelma menjadi salah satu perusahaan energi terbesar di dunia. Pada bulan Mei 2005 Chevron Texaco merubah namanya menjadi Chevron Corporation dan pada tangggal 10 Agustus 2005 Chevron bergabung dengan Unocal dengan menggunakan satu nama perusahaanya itu Chevron. Nama tersebut digunakan sampai saat ini dan pada tanggal 16 September 2005 PT. Caltex Pacific Indonesia pun merubah namanya menjadi PT. Chevron Pacific Indonesia, baik PT. Chevron Pacific Indonesia maupun PT. Caltex Pacific Indonesia memiliki singkatan yang sama yaitu PT. CPI.
PT. CPI mengawali survey eksplorasi di Pulau Sumatra, JawaTimur, dan Kalimantan Timur pada tahun 1924 dipimpin oleh Emerson M. Butterworth yang mendapatkan izin dari pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan pengeboran minyak di daerah tersebut. Tim Butterworth juga melakukan survey eksplorasi di bagian utara pulau Papua.
Pada tahun 1930 tim tersebut mengajukan izin pengeboran minyak kepada pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan pengeboran minyak di pulau tersebut, karena berdasarkan survei menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki kandungan minyak yang cukup potensial. Pada tahun yang sama pemerintah Hindia Belanda memberikan izin kepada SOCAL untuk melanjutkan eksplorasi di daerah Sumatra Tengah dan dibentuk N. V Nederlance Pacific Petroleum Maatchappj (NPPM). Beberapa tahun kemudian, SOCAL ditawari pemerintah Hindia Belanda suatu daerah seluas 600.000 hektar di daerah Sumatra Tengah, kemudian James P. Bailey dari kantor SOCAL Jakarta merekomendasikan Rokan Block.
Pada bulan Agustus 1936 Caltex menemukan cadangan minyak pertamanya. Kemudian berturut-turut pada bulan berikutnya ditemukan kembali cadangan-cadangan minyak yang baru antara lain lapangan Rantau Bias dan lapangan Duri yang masing-masing pada bulan November 1940 dan bulan Maret 1941. Kemudian dimulai pengeboran minyak di daerah Riau pada tahun 1943, dan pada tahun 1940 untuk pertama kalinya minyak ditemukan dari lokasi sumur di Sebanga.
Pada saat Perang Dunia II kegiatan eksplorasi dan pengeboran minyak oleh Caltex di Riau dihentikan. Semua lapangan minyak di daerah itu diduduki dan dikuasai oleh tentara Jepang. Selama pendudukan Jepang, lapangan minyak Caltex tetap dioperasikan Jepang untuk memenuhi kebutuhan minyak Jepang. Pada masa ini Jepang menemukan lapangan  minyak baru yaitu lapangan minyak di Minas dan terbukti memiliki potensi untuk menjadi penghasil minyak terbesar di dunia. Demikian pula selama perang kemerdekaan, Caltex menghentikan seluruh kegiatannya di Indonesia. Caltex mulai aktif lagi berproduksi di Indonesia setelah perang kemerdekaan usai.
Sekitar tahun 1949-1950 Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk menasionalkan perusahaan penghasil minyak di Indonesia yang dimiliki oleh Belanda. Walaupun perintah Presiden Soekarno itu hanya terbatas pada perusahaan Belanda, namun secara tidak langsung keputusan itu mengancam kedudukan Caltex sebagai salah satu penghasil minyak asing terbesar di Indonesia, karena pada tahun 1958 produksi minyak Caltex telah mencapai 200.000 barrel per hari. Upaya menasionalkan perusahaan minyak asing di Indonesia diatur dalam undang-undang No. 44 tahun 1960. Berdasarkan UU tersebut ditetapkan bahwa semua kegiatan penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia hanya dilakukan oleh perusahaan minyak Negara (Pertamina). Oleh karena itu, pada tahun 1963, Caltex menjadi badan usaha di Indonesia dengan pemilikan saham masing-masing 50% SOCAL dan 50% TEXACO.
Dari seluruh operasi eksplorasi minyak di Indonesia yang dilakukan oleh Caltex, lading minyak Duri memberikan sumbangan 8% total produksi minyak Indonesia dan 42% dari total produksi minyak PT. CPI.
Pada tahun 1964 produksi minyak  PT. CPI mengalami penurunan produksi, terutama lapangan minyak Duri, karena masalah ini sangat berpengaruh pada economic life expectancy di PT. CPI, maka untuk mengatasi masalah ini PT. CPI melakukan riset dan pada akhirnya menemukan suatu cara yang termasuk teknologi perminyakan generasi ketiga yang sangat mutakhir, teknologi itu adalah injeksi uap. Teknologi ini menyebabkan minyak lebih mudah keluar dari perut bumi, kemudian teknologi ini diaplikasikan di ladang minyak Duri. Proyek ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 3 Maret 1990.
Dalam melakukan proses injeksi uap, diterapkan beberapa variasi terhadap lading minyak untuk mencapai efektivitas. Variasi-variasi tersebut antara lain pola tujuh titik, yang dimaksud dengan pola tujuh titik adalah satu sumur injeksi uap untuk mengakomodasi 6 sumur produksi. Pola yang lain antara lain pola lima titik dan pola Sembilan titik.
Pada tahun 1971, wilayah operasi PT. CPI yang dikenal dengan sebutan x diperpanjang masa operasinya sampai tanggal 8 Agustus 2001 dan pada tanggal 9 Agustus 1971 PT. CPI menandatangani kontrak sebagai hasil (Production Sharing Contact) untuk daerah operasi baru seluas 21.979 km2 di wilayah Coastal Plans dan Pekanbaru. Rasio bagi hasil yang disepakati sampai saat ini antara pemerintah dengan PT. CPI adalah 88% untuk pemerintah dan 12% untuk PT. CPI, ditambah dengan beberapa ketentuan khusus berupa fleksibilitas atau intensif bagi PT. CPI untuk hal-hal tertentu.
Pada 28 Agustus 1983 beberapa kontrak telah berakhir, namun pada akhirnya kontrak-kontrak tersebut diperpanjang dengan system kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) sampai tanggal 8 Agustus 2001 dan diperpanjang lagi sampai sekarang dengan wilayah kerja 31.700 km2. Dalam kontrak tersebut ditetapkan bahwa Pertamina adalah menejemen pengendali operasional dan yang menyetujui program kerja anggaran tahunan. PT. CPI sebagai kontraktor berkewajiban melaksanakan kegiatan operasional dan menyediakan keahlian teknis dan investasi biaya operasi.








B.2. Struktur Organisasi
Secara umum struktur organisasi PT CPI dapat dilihat pada diagram sebagai berikut :

















EXECUTIVE PT. CPI




EXECUTIVE DIRECTOR


LEHRMANN, JEFFREY KEITH




EXECUTIVE PT. CPI




EXECUTIVE SECRETARY


YUNIAR ARINI SUSANA







OPERATION AND MAINTENANCE
ENVIRONMENT
GENERAL AFFAIRS
ASSET DEVELOPMENT
SR VP OPERATION AND MAINTENANCE
VP ENVIRONMENT
VP GENERAL AFFAIRS
VICE PRESIDENT HEAVY OIL
WAHYU BUDIANTO
BUDIANTO RENYUT F.X
BAMBANG PRATESA. A
SATTERWHITE, LLOYD ALLEN




DE/HES UP STREAM ASSET


MOR DE/HES UPSTREAM ASSET

ALI DIKRI












Gambar.2.1 Struktur Organisasi




B.3. Undang-Undang tentang MIGAS
a.UU mengenai MIGAS adalah UU No.22 Tahun 2001 yang isinya sebagai berikut,
Menimbang :
a. Bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan
rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;
c. Bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam
memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang
meningkat dan berkelanjutan;
d. Bahwa Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban
Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha pertambangan minyak dan gas bumi;
e. Bahwa dengan tetap mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan tentang pertambangan minyak dan gas bumi yang dapat menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang
mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian
lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional;
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e tersebut di atas serta untuk memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan atas penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas bumi, maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1); Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI.




b. Peraturan Pemerintah NO.35 Tahun 2004 yang isinya sebagai berikut:
Menimbang:
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8, Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (6), Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (2), Pasal 31 ayat (5), Pasal 37, dan Pasal 43 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4216);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 69).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Minyak Bumi, Gas Bumi, Minyak dan Gas Bumi, Kuasa Pertambangan, Survey Umum, Kegiatan Usaha Hulu, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia, Wilayah Kerja, Badan Usaha, Bentuk Usaha Tetap, Kontrak Kerja Sama, Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Pelaksana, Menteri adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
2. Gas Metana Batubara (Coalbed Methane) adalah gas bumi (hidrokarbon) dimana gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap (terabsorbsi) di dalam batubara dan/atau lapisan batubara.
3. Wilayah Terbuka adalah bagian dari Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia yang belum ditetapkan sebagai Wilayah Kerja.
4. Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
5. Kontrak Jasa adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama untuk pelaksanaan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pemberian imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan.
6. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
7. Data adalah semua fakta, petunjuk, indikasi, dan informasi baik dalam bentuk tulisan (karakter), angka (digital), gambar (analog), media magnetik, dokumen, percontoh batuan, fluida, dan bentuk lain yang didapat dari hasil Survey Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.
8. Departemen adalah departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
9. Pertamina adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara juncto Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
10. PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan perseroan (Persero) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003, tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

B.4. Lokasi dan Daerah Operasi
PT.CPI mengalami beberapa fase sistem organisasi. Sejak 11 Maret 1995 PT.CPI menggunakan sistem “line and staff” (sistem yang bersifat fungsional) yang dikenal dengan SBU (Strategic Business Unit). Pada saat itu wilayah operasi PT.CPI disebut dengan Rumbai SBU, Minas SBU, Bekasap SBU, Duri SBU, dan Support Operation. Pada bulan Maret 2004, SBU diganti dengan sistem baru yang disebut IBUC (Indonesian Business Unit Challenge) yang mengatur wilayah operasionalnya dengan OU (Operating Unit). OU lebih brsifat kerja tim dan sesuai dengan proses pekerjaannya yang terdiri dari Heavy Oil OU dan Sumatra Light Oil OU. OU adalah suatu struktur organisasi yang berdasarkan poses kerja bisnis dan mempunyai otoritas tersendiri atas proses produksi dari awal hingga akhir dalam satu unit sehingga ada pelimpahan wewenang (desentralisasi) yang besar pada suatu unit. Wilayah operasi PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) secara keseluruhan mencapai 42.000 km2, mencakup 7 wilayah kontrak yang tersebar di 4 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatra Utara, dan Aceh.
  Daerah kerja PT.CPI yang pertama seluas hampir 10.000 km2 dikenal dengan nama Kangaroo Block dan terletak di Kabupaten Bengkalis. Selain mengerjakan daerahnya sendiri PT.CPI juga bertindak sebagai operator bagi Chevron dan Texaco (C&T). Pada bulan Setember 1963, ditandatangani perjanjian C&T yang pertama (berdasarkan perjanjian karya) untuk jangka waktu 30 tahun, meliputi 4 daerah seluas 12.328 km2, dikenal dengan blok A, B, C, dan D. Setelah mendapat tambahan daerah seluas 4.300 km2 maka pada tahun 1968 sebagian blok A, sebagian blok D, dan seuruh blok C diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pengembalian daerah-daerah berikutnya dilakukan pada tahun 1974 dan 1978 sehingga tersisa 8.314 km2.
  Pada bulan Agustus 1971, C&T menandatangani Perjanjian Coastal Plains Pekanbaru Block seluas 21.975 km2, kemudian bulan Januari 1975, menandatangani Perjanjian Mountain Front Kuantan Block seluas 6.865 km2. Setalah dilakukan pengembalian beberapa bagian daerah kerja secara bertahap, sekarang Coastal Plans Pekanbaru hanya tersisa 9.996 km2. Antara tahun 1979-1991, C&T menandatangani lima perjanjian lagi, yaitu :
1.      Perjanjian Patungan (Joint Venture) dengan Pertamina (Jambi Selatan Blok B) pada tahun 1979 seluas 5.826 km2 dan sudah dikembalikan seluruhnya tahun 1988.
2.      KPS Singkarak Block pada tahun 1981 seluas 7.163 km2 di Sumatera Barat dan telah dikembalikan seluruhnya pada Juni 1984.
3.      KPS Langsa Block seluas 7.080 km2 pada tahun 1981 di selat Malaka, lepas pantai Sumatera Utara dan Daerah Istimewa Aceh, juga telah dikembalikam seluruhnya pada Mei 1986.
4.      KPS Nias Block seluas 16.116 km2 pada tahun 1991.
5.      Perpanjangan kontrak karya kedalam bentuk KPS untuk Siak Block seluas 8.314 km2, berlaku 20 tahun sejak 28 November 1993.
Berdasarkan luas operasi dan kondisi geografis yang ada seta pertimbangan efisiensi dalam operasi, mak PT Chevron Pacific Indonesia membagi daerahnya menjadi lima distrik yaitu :
1.      Distrik Jakarta, merupakan kantor pusat untuk memudahkan hubungan dengan pemerintah pusat.
2.      Distrik Rumbai, merupakan pusat administrasi untuk wilayah Sumatera.
3.      Distrik Minas, merupakan daerah operasi produksi minyak jenis Sumatera Light Crude (SLC)
4.      Distrik Duri, merupakan operasi produksi minyak jenis Heavy Crude/ Duri Crude (DC) dengan sistem steam flooding.
5.      Distrik Dumai, merupakan lokasi penampungan, pelabuhan, dan pengapalan crude oil.
Minyak Sumatra Light Crude (SLC) digemari oleh negara-negara industri karena mempunyai kadar belerang yang rendah dimana produksi kumulatif dari lapangan minyak Minas dari tahun 1969 hingga akhir tahun 1990 mencapai 3 milyar barrel.




C. PERMASALAHAN
C.1. Kegiatan Pengeboran oleh Perusahaan Terkait dan Hasil Kegiatan Pengeboran
Chevron adalah penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia, dengan total rata-rata produksi sebesar 176.000 barel minyak dan 185 juta kaki kubik gas alam per hari pada tahun 2015.
Kami bermitra dengan Pemerintah Indonesia melalui Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Melalui anak perusahaan kami, PT Chevron Pacific Indonesia, kami mengoperasikan KKS Rokan di Riau, Sumatera. Chevron juga mengoperasikan empat KKS lepas pantai di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur (92,5 persen); Selat Makassar (72 persen); Rapak (62 persen); dan Ganal (62 persen). PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mengoperasikan dua lapangan migas utama di Sumatera, Duri dan Minas. Selain itu, CPI juga mengoperasikan Pelabuhan Dumai, terminal pengangkutan minyak terakhir.
Sebagian besar produksi CPI di Sumatera pada tahun 2015 berasal dari lapangan-lapangan di Blok Rokan. Duri, sebagai lapangan terbesar, telah beroperasi menggunakan teknologi injeksi uap (steamflood) untuk meningkatkan produksi sejak 1985 dan menjadi salah satu pengembangan injeksi uap terbesar di dunia. Pada tahun 2015, teknologi injeksi uap diterapkan untuk pengelolaan 77 persen lapangan-lapangan di Duri. Proyek pengembangan injeksi uap Area 13 Lapangan Duri telah diselesaikan pada tahun 2015 dengan mulai berproduksinya semua sumur dan tuntasnya tahap injeksi pada akhir tahun.
                        Operasi Chevron di Kalimantan termasuk empat wilayah kontrak kerja sama (KKS) lepas pantai seluas 11.100 km persegi (2,8 juta hektar) di Kutei Basin.
Di Kutei Basin, Kalimantan Timur, sebagian besar produksi Chevron di tahun 2015 berasal dari 14 lapangan lepas pantai di wilayah KKS East Kalimantan, dan sisanya berasal dari lapangan laut dalam West Seno di KKS Makassar Strait. Pada tahun 2016, Chevron mengumumkan bahwa perusahaan tidak akan memperpanjang KKS East Kalimantan dan berencana untuk mengembalikan aset-aset tersebut kepada pemerintah pada saat kontrak berakhir di tahun 2018. Terdapat dua proyek pengembangan gas laut dalam di Kutei Basin yang dikenal dengan Indonesia Deepwater Development (IDD).
Chevron memiliki 62 persen kepemilikan di proyek Bangka dan mengumumkan pencapaian produksi gas dari proyek tersebut pada 31 Agustus 2016. Proyek ini termasuk pipa bawah laut ke unit produksi terapung (FPU) dan kapasitas terpasang sebesar 110 juta kaki kubik gas alam dan 4.000 barel kondensat per hari. Persetujuan pemerintah terhadap keputusan investasi final dicapai pada tahun 2014. Kami memulai proyek dengan kegiatan pengeboran dua sumur pengembangan di semester kedua 2014.
Proyek lainnya, Gendalo-Gehem, termasuk pengembangan dua hub terpisah, yang masing-masing memiliki FPU, pusat pengeboran bawah laut, jaringan pipa gas alam dan kondensat, serta fasilitas penerimaan di darat. Rencananya gas alam hasil produksi dari proyek ini akan dijual untuk kebutuhan dalam negeri dan diekspor dalam bentuk gas alam cair. Proyek ini memiliki rencana kapasitas terpasang sebesar 1,1 miliar kaki kubik gas alam dan 47.000 barel kondensat per hari. Kepemilikan perusahaan adalah sebesar 63 persen. Chevron terus berupaya untuk mencapai keputusan investasi final (FID).

D. PEMECAHAN MASALAH
D.1. Sistem Manajemen Operasi Perusahaan
Sistem manajemen operasi pada PT. CPI mengacu pada visi dan misinya. PT.CPI memiliki visi, yaitu: “To Be Indonesian energy company most admired for its People, Partnership, and Performance.” Visi inilah yang menjadi gerak langkah PT. CPI untuk berkiprah dalam pembangunan nasional di Indonesia. Visi ini tidaklah lengkap tanpa didukung oleh misi. Misi dari PT. CPI, yaitu:
1.      As a Business Partner with GOI, CPI will add value by Effectively Exploring for and Developing Hydrocarbons for the benefit of Indonesia and CPI’s Shareholders.
2.      CPI will Indepently Pursue Other Energy Related Business Opportunities by Leveraging its Resources to Assure Continued Value Addition and Growth.
Misi tersebut merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan yang diharapkan akan membangun pemahaman yang sama bagi setiap pihak yang bekerja atau berinteraksi dengannya. Selain itu, terdapat enam nilai pokok yang harus dijunjung tinggi segenap pimpinan dan karyawan PT. Chevron Pacific Indonesia antara lain:
1.      Memenuhi semua perundangan dan peraturan yang berlaku.
2.      Menjunjung standar etika yang paling tinggi.
3.      Memperlakukan karyawan sebagai sumber daya yang paling berharga.
4.      Memelihara lingkungan yang sehat dan aman bagi karyawan, kontraktor, dan keluarganya.
5.      Menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung pengembangan masyarakat.
6.      Menjadikan peningkatan mutu yang berkesinambungan sebagai falsafah hidup.
Dalam menjalankan kegiatan hulu MIGAS di Indonesia, Chevron juga bekerjasama dengan beberapa perushaan servis seperti Halliburton, Schlumberger, dan Baker Hughes. Pemilihan perusahaan servis yang dilakukakn oleh Chevron ataupun perusahaan minyak lainnya adalah melalui proses bid (ltawaran), perusahaan servis yang dianggap bisa memberikan harga termurah biasanya lebih sering dipakai, tapi tidak selalu seperti itu, kadang perusahaan minyak juga membutuhkan perusahaan servis yang memiliki teknologi tercanggih, demi memperoleh hasil yang berkualitas.
D.2. Pengelolaan hasil MIGAS dan Program Sosial bagi Masyarat
     Pada penjelasan mengenai development project, Chevron menjelaskan tentang North Duri development project dan Minas surfactant project. Ada pula penjelasan tentang Kalimantan Operational yang sudah berjalan lebih dari 40 tahun.
     Penjelasan tentang lokasi pengeboran minyak juga tidak lepas dijadikan topik dalam presentasi kali ini. Berbagai lokasi eksplorasi Chevron tersebar dari Kalimantan Timur hingga Selat Makasar.
     Pada kilang pengeboran Kalimantan Timur, Chevron mendapatkan hasil yang signifikan di tahun 2010, yaitu sekitar 1 juta barel minyak mentah selama tahun tersebut. Saat ini Chevron juga fokus dengan melakukan eksplorasi ladang minyak baru di daerah Papua Barat dan diharapkan dapat segera beroperasi untuk memenuhi kebutuhan produksi minyak dan gas Chevron. Hal tersebut dilakukan dikarenakan mulai terjadi penurunan tingkat produksi di beberapa lokasi eksplorasi di Indonesia.
     Dengan kekayaan hasil bumi berupa minyak dan gas yang dimiliki Indonesia, Chevron Internasional memberikan kepercayaan dengan dibentuknya IndoAsia Bussines Unit (IBU). Dengan dibentuknya IBU sama artinya dengan Chevron mendapat kepercayaan penuh untuk mengelola hasil eksplorasi minyak bumi, gas, dan situs geothermal di Indonesia. Menyangkut geothermal, Chevron mengelola dua situs goethermal di Indonesia, yaitu situs Salak dan Darajat.
     Agenda sosial yang diselenggarakan oleh CPI adalah pembuatan program beasiswa yang merupakan salah satu program sosial dari Chevron. Program tersebut dinamakan UPP, atau University Partnership Program.
     Untuk saat ini, Chevron bekerja sama dengan ITB dalam pelaksanaan beasiswa dan sudah berlangsung sejak tahun 2008. Sedangkan untuk UGM proses kerja sama masih dalam proses penjajakan. Chevron juga telah mendirikan dua politeknik, yang berlokasi di Riau dan Aceh. Selain mendirikan politeknik, Chevron juga mendirikan sekolah di Yogyakarta sebagai bentuk kepedulian terhadap korban bencana gempa bumi yang melanda Jogja pada 2006 silam.














E.PENUTUP
E.1. KESIMPULAN
1.      UU No. 22 Tahun 2001 mengatur tentang Pembangunan Nasional melalui MIGAS untuk kesejahteraan rakyat, sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai negara dan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak.
2.      Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan usaha hulu MIGAS. Berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1 menjelaskan tentang MIGAS, wilayah terbuka, kontrak bagi hasil, kontrak jasa, kontraktor, dan PERTAMINA sebagai perusahaanpertambangan MIGAS Negara yang kemudian dialihkan bentuknya menjadi perusahaan persero berdasarkan Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2003.
3.      Perusahaan Hulu MIGAS di Indonesia tidak hanya PERTAMINA (sebagai perusahaan nasional), ada juga perushaan minyak asing seperti Chevron Pacific Indonesia, Total, VICO, MEDCO, CONOCCOPHILLIPS, etc. Makalah ini menjelaskan tentang kegiatan industri hulu MIGAS  di Indonesia oleh perusahaan Chevron Pacific Indonesia (CPI).
4.      Tidak hanya bergerak pada industri MIGAS. CPI memiliki agenda sosial yaitu pembuatan program beasiswa yang merupakan salah satu program sosial dari Chevron. Program tersebut dinamakan UPP, atau University Partnership Program.



E.2.  SARAN
1.      Indonesia harus memiliki peraturan yang kuat terkait pembagian hasil SDA yang dihasilkan atas kegiatan industri hulu MIGAS oleh perusahaan minyak asing dengan Pemerintah Indonesia, agar mereka tidak serta merta “mengeruk” kekayaan SDA Indonesia sedangkan masyarakat Indonesia sendiri tidak merasakan hasil kekayaan SDA Indonesia.
2.      Pemberdayaan SDA di Indonesia seyogyanya diimbangi dengan pemberdayaan SDM Indonesia yang sudah dibekali dengan pengetahuan terkait industri MIGAS sehingga mampu melahirkan teknisi-teknisi dari dalam negeri yang mampu untuk mengelola SDA yang dikelola oleh perusahaan minya asing.














DAFTAR PUSTAKA
1.      Drilling Training Alliance, 2010, Chevron Pacific Indonesia, Riau.
2.      Halliburton Sperry Drilling Handbook Third Edition, 2009, Houston, Texas, USA.
3.      PetroSkills, OGCI, 2007, USA.
4.      Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004
5.      Undang-undang No.22 Tahun 2001.

Comments

INFO HITS

MAKALAH TENTANG BAYI TABUNG (FERTILISASI IN VITRO) DAN TUMBUHAN & HEWAN TRANSGENIK

Fertilisasi In Vitro Bab I A.   Definisi Bayi tabung  atau  pembuahan in vitro  (bahasa Inggris:  in vitro fertilisation ) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Atau FIV adalah teknik mencampurkan sel telur wanita dengan spermaa dari pasangannya ke dalam wadah kecil atau tuba tes di laboratorium untuk membuat fertilisasi terjadi. Begitu sel telurnya berhasil difertilisasi (pada tahap ini dikenal sebagai embrio), satu atau lebih embrio ditempatkan di kandungan wanita melalui serviks.  B.    Tujuan Untuk membantu pasangan suami istri yang sulit mendapat keturunan atau anak. Ataupun bagi pasangan yang ingin menentukan jenis kelamin bagi buah hati mereka. C.   Langkah – Langkah 1.     Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang. 2.     Pematangan sel-sel telur sipantau se

Review Klinik Kecantikan Gloskin

Halo, akhirnya kesempatan juga untuk posting Review Klinik Kecantikan. Kali ini aku akan nge-review tentang Klinik Kecantikan Gloskin. Postingan ini ditujukan kepada kalian pada beauty seeker yang sedang bingung pilih-pilih klinik mana yang kira-kira bagus buat perawatan wajah. Berdasarkan pengalamanku dulu sih gitu, jadi tiap aku akan melakukan segala sesuatu, pasti aku akan cek ke gugel atau yutup buat sekedar ngliat review-an orang-orang. Biar gak nyesel aja gitu, yaa walaupun ada beberapa klinik yang sudah aku lihat reviewnya tetep aja zonk! wkwkk. Tapi postingan ini aku buat sejujur-jujurnya mengenai Gloskin, guys! Ok, aku critain dulu yah aku ini siapa dan kegiatan apa yang sehari-hari aku lakukan. Jadi gini, guys. Aku ini adalah seorang engineer yang kerjanya dilokasi (kadang onshore kadang juga offshore), tapi aku juga hobi banget nulis jadi aku punya blog ini dari jaman aku SMP, awalnya hanya untuk menyimpan materi belajar tapi sekrang makin kesini makin campur-campur

biological task

hi ! makasih untuk malam ini tugas saya telah finished dengan baik ini nih artikelnya : saya dapet dari blog yang keren ini alamatnya blog 1 dan blog 2 informasi dari blog 1 dan 2 gue mixing hehe makasih ya ownernyaa (: Struktur Perkembangan Tumbuhan Posted on December 12, 2011 by Dian Jaringan Tumbuhan  Tumbuhan tersusun atas berbagai jaringan.Definisi jaringan adalah sekelompok sel dengan asal-usul,struktur,dan fungsi yang sama.Jaringan pada tumbuhan dikelompokkan berdasarkan tempatnya dalam tumbuhan, tipe sel, fungsi, asal-usul, dan tahap perkembangannya. Berdasarkan jumlah tipe sel penyusunnya, jaringan dibedakan menjadi jaringan sederhana dan jaringan rumit. Jaringan sederhana bersifat homogen,hanya terdiri dari atas satu tipe sel,sedangkan jaringan rumit bersifat heterogen, terdiri atas dua atau lebih sel. Parenkim, kolenkim, dan sklerenkim adalah jaringan sederhana, sedangkan xilem, floem, dan epidermis  adalah jaringan rumit. A. Jaringan Meristem